Blogger Gede: Pawayangan

Blogger Gede

Informasi Media Online Blogger Indonesia

We Heart Bitcoin

Terbaru

Buy Now
Banner
Showing posts with label Pawayangan. Show all posts
Showing posts with label Pawayangan. Show all posts

Thursday, February 8, 2018

February 08, 2018

Mengenal Istilah Pawayangan

Beberapa waktu silam, karena diucapkan oleh seorang politisi teras di negeri ini, nama Sengkuni sempat muncul di ranah publik. Jagat politik ditengarai ada sosok seperti Sengkuni. Bagi yang akrab dengan kisah wayang, nama tersebut tentutak asing lagi. Sengkuni dikenal sebagai sosok yang getol usil dan menghasut. Rasa permusuhan Kurawa terhadap Pandawa sedikit banyak berkat ulahnya.

Kisah Sengkuni dapat disimak dalam kitab Mahabharata. Kita pun bisa menyimaknya lewat pergelaran wayang. Mungkin kita akan bertanya, apa itu wayang? Bagaimana sejarah wayang? Apa saja jenis-jenis wayang? Apa maksud istilah-istilah dalam pawayangan? Seperti apakah silsilah dalam pawayangan? Buku ini bisa dijadikan referensi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jadi, tak hanya mengenalkan tokoh-tokoh wayang. Karena ada kecenderungan generasi saat ini buta dengan dunia pawayangan, buku ini pun ditulis dengan bahasa yang ringan dan tidak rumit, sehingga mudah dipahami dan dipetik nilai-nilainya.

Tentu, sebagai kesenian dan budaya tradisional Indonesia, eksistensi wayang perlu diapresiasi. UNESCO menetapkan bahwa wayang Indonesia sebagai warisan budaya nonbenda (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) yang perlu dilestarikan. Memang terjadi beda pendapat terkait asal mula wayang. Ada yang mengatakan dari Pulau Jawa, ada yang berpendapat dari India. Wayang bukan dari India sebenarnya tak hanya pendapat sebagian besar peneliti Indonesia, tetapi juga akademisi Barat, seperti Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasannya, seni wayang erat dengan kondisi sosiokultural dan religi bangsa Indonesia. Punakawan, yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, hanya ada di Indonesia. Selain itu, nama dan istilah teknis pawayangan berasal dari bahasa Jawa Kuno (hlm. 22-23).

Pada umumnya, cerita dalam pawayangan terkait dengan kisah Mahabharata dan Ramayana. Namun demikian, dua kisah dari India itu memiliki versi berbeda di negeri ini.  Artinya, kisah dalam pawayangan mengadopsi kisah-kisah dari India itu. Tak hanya menerjemahkannya ke bahasa Jawa Kuno, para pujangga Jawa juga mengubah dan menceritakannya kembali dengan memasukkan falsafah Jawa di dalamnya. Sebut saja Kanwa Arjunawiwaha, gubahan kitab Mahabharata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya dengan cerita asli versi India adalah Bharatayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh (hlm. 24).

Di tengah-tengah masyarakat Indonesia, wayang pun beragam jenisnya. Ada wayang purwa, wayang madya, wayang klitik, wayang beber, wayang gedog, wayang golek, wayang suluh, wayang titi, wayang wahyu, wayang orang, wayang suket, dan wayang Pancasila (halaman 36-47). Sebagaimana umumnya dalam dunia keluarga, silsilah juga berlaku dalam dunia pawayangan. Ada keluarga besar Kurawa yang menggunakan nama leluhurnya. Kurawa artinya keturunan Raja Kuru. Ada keluarga besar Pandawa atau Bharata Pandawa. Bharata adalah nama leluhur Pandawa. Ada juga keluarga Tembahan, keluarga Mahespati, keluarga Ayodya, dan keluarga Astina (Mahabharata). Di negeri ini, silsilah keluarga Astina, keluarga Kurawa, dan keluarga Pandawa memiliki versi berbeda dengan versi India (hlm. 52-61).

Lewat buku ini, kita pun diajak mengenal sosok, sifat, dan karakter dari tokoh dewa-dewi wayang, seperti Batara Brahma, Batara Wisnu, Batara Antaboga (Togog), Batara Ismaya (Semar), Batara Guru, Batara Bayu, Batara Ganesha, Batara Kala, Batara Kresna, Batara Surya, Batari Durga, dan lainnya. Dijelaskan pula sifat dan karakter dari tokoh-tokoh Ramayana dan Lokapala serta Mahabharata. Tak ada sifat dan karakter dari tokoh-tokoh wayang yang benar-benar sempurna. Sebagaimana manusia di dunia, unsur kebaikan dan kejahatan selalu ada. Yang penting, unsur kebaikan selayaknya didorong untuk dominan demi kemuliaan manusia.

Dengan membaca buku ini, kita setidaknya tak gagap apabila ditanya anak-cucu kita tentang dunia pawayangan berikut kisah-kisah di dalamnya. Wayang adalah khas Indonesia yang tetap eksis di tengah laju zaman.

Tuesday, December 12, 2017

December 12, 2017

Mengenal Sosok Abimanyu (Mahabharata)

Abimanyu (Dewanagari: अभिमन्यु; IAST: Abhiman'yu) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah putra Arjuna dan Subadra. Dalam wiracarita Mahabharata, ditetapkan bahwa Abimanyulah yang akan meneruskan Yudistira sebagai pewaris takhta. Riwayatnya dituturkan sebagai pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai salah satu kesatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utari, putri Raja Wirata dan memiliki seorang putra bernama Parikesit, yang lahir tak lama setelah ia gugur.

Menurut mitologi Hindu, Abimanyu adalah inkarnasi Warcasa, putra Dewa bulan. Ia membuat perjanjian bahwa putranya tinggal di Bumi hanya selama 16 tahun, sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan putranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran.

Arti nama
Abimanyu terdiri dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi (berani) dan man'yu (tabiat). Dalam bahasa Sanskerta, kata Abhiman'yu berarti "ia yang memiliki sifat tak kenal takut" atau "yang bersifat kepahlawanan".

Kehidupan awal
Dalam kitab Mahabharata dikisahkan bahwa semasih berada dalam rahim ibunya, Abimanyu sudah dapat mendengarkan percakapan antara ibu dan ayahnya. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia bisa menguping pembicaraan Arjuna yang sedang mengajari Subadra tentang suatu formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Cakrabyuha. Setelah Arjuna selesai membahas cara memasuki Cakrabyuha, akhirnya Subadra tertidur, sehingga Abimanyu tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu. Setelah lahir, Abimanyu tinggal bersama ibunya di Dwaraka.
Dalam Sabhaparwa dikisahkan bahwa para Pandawa (termasuk Arjuna, ayah Abimanyu) kalah berjudi dengan para Korawa. Taruhannya adalah hukuman pengasingan selama 12 tahun, ditambah hidup dalam penyamaran selama setahun. Pada masa pengasingan itu, Abimanyu diasuh di bawah bimbingan pamannya, Kresna.
Dalam Wirataparwa dikisahkan bahwa Arjuna mengakhiri masa hukumannya di keraton Raja Wirata dengan menyamar sebagai guru tari. Setelah penyamarannya diakhiri, Arjuna menikahkan Abimanyu dengan Utari, putri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, selain untuk menjalin persekutuan apabila perang antara Pandawa dan Korawa tak bisa dielakkan.

Perang di Kurukshetra
Abimanyu turut serta membela ayahnya dalam perang di Kurukshetra, yang menjadi klimaks wiracarita Mahabharata. Perang itu dilatarbelakangi dengan pertikaian antara para Pandawa dan para Korawa. Dikisahkan bahwa setelah masa hukuman para Pandawa sudah habis, dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa yang dipimpin Yudistira berniat mengambil kembali kerajaan yang seharusnya menjadi hak mereka. Namun, Duryodana, pemimpin para Korawa tidak mau menyerahkan kerajaan kepadanya. Perundingan untuk mendamaikan mereka dilakukan oleh Kresna, namun gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan. Mereka memilih Kurukshetra—suatu lapangan di sebelah utara kerajaan mereka—sebagai medan perang. Mahabharata mencatat bahwa pertempuran berlangsung selama 18 hari.
Sebagai cucu Dewa Indra—dewa senjata ajaib sekaligus dewa peperangan—Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan kesatria-kesatria besar dari pihak Korawa seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayah, paman, dan sekutunya.

Kematian
Pada pertempuran di hari ketiga belas, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi tempur melingkar yang dikenal sebagai Cakrabyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi tempur. Pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan Raja Susarma dari Trigarta dan laskar Samsaptaka yang dikenal tahan banting. Karena Pandawa telanjur menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan selain menaruh harapan kepada Abimanyu yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Cakrabyuha, namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mengawal Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari Cakrabyuha.
Abimanyu berhasil menembus Cakrabyuha. Pandawa bersaudara dan sekutu mereka mencoba untuk mengikuti, namun dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa sehingga mampu menahan serangan para Pandawa—kecuali Arjuna—hanya untuk satu hari. Setelah tertinggal, Abimanyu berjuang sendirian dalam menghadapi serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh beberapa kesatria yang mendekatinya, termasuk putra Duryodana, yaitu Laksmana. Menyaksikan putra kesayangannya terbunuh, Duryodana menjadi murka dan memerintahkan segenap perwira Korawa yang ada di sana—meliputi Dursasana, Sangkuni, Aswatama, Karna—untuk segera membunuh Abimanyu. Tanpa menghiraukan aturan perang, mereka menyerang Abimanyu secara serentak. Setelah gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putra Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.
Abimanyu gugur saat istrinya sedang hamil tua. Putra Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya. Ia merupakan satu-satunya keturunan Arjuna yang masih hidup setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Abimanyu seringkali dianggap sebagai kesatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang mengorbankan dirinya pada peperangan dalam usia yang masih sangat muda.

Pembalasan dendam Arjuna
Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Cakrabyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Kalau gagal menunaikan sumpahnya, Arjuna siap membakar diri hidup-hidup. Pihak Korawa yang mengetahui sumpah tersebut segera mengatur strategi agar Jayadrata berada sangat jauh dan terlindungi dari Arjuna pada hari berikutnya. Ribuan prajurit dan kesatria Korawa mengelilingi dan mengawal Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna.
Karena khawatir bahwa Arjuna tidak mampu menuntaskan sumpahnya, maka Kresna terpaksa memanfaatkan kesaktiannya. Dengan pusaka sakti Cakra Sudarsana, ia menutupi sebagian matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Baik pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan sehingga Jayadrata tidak berada dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta perang Arjuna mendekati kereta perang Jayadrata, matahari muncul kembali. Kresna segera menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutuskan leher Jayadrata. Tepat setelah itu, hari sudah sore, matahari tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.

Abimanyu dalam pewayangan Jawa
Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.

Riwayat
Dalam pewayangan Jawa, Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Dikisahkan bahwa karena pertapaannya yang khusyuk, Abimanyu mendapatkan Wahyu Makutha Raja, yaitu wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina.
Dalam pewayangan, Abimanyu adalah tokoh yang mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Pendidikan militernya diajarkan langsung oleh ayahnya, Arjuna. Sedangkan ilmu kebatinannya ia dapatkan dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang istri, yaitu:
1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Siti Sundari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Alap-Alapan Siti Sundari atau Jaya Murcita Ngraman.
2. Dewi Utari, putri Prabu Matsyapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit. Kisah pernikahan Abimanyu dengan Utari dilakonkan dalam pentas wayang kulit dengan judul Putu Rabi Nini atau Kalabendana Gugur.

Baratayuda
Abimanyu gugur dalam perang Baratayuda setelah seluruh saudaranya gugur terlebih dahulu. Pada saat itu, kesatria dari pihak Pandawa yang berada di medan laga dan menguasai strategi perang hanya tiga orang, yakni Bima, Arjuna, dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh kesatria lain dari pihak Korawa agar keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.
Ketika tahu bahwa semua saudaranya gugur, Abimanyu lupa untuk mengatur formasi perang. Dia maju sendirian ke tengah barisan Korawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan musuhnya. Korawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang = banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Konon tragedi itu merupakan risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia masih belum punya istri, dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Baratayuda. Abimanyu berbohong karena ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.
Dengan berbagai senjata yang menancap diseluruh tubuhnya, dia tidak bisa berjalan lagi. Meski demikian, Abimanyu tidak menyerah. Bahkan dia berhasil membunuh calon putra mahkota Hastinapura, yaitu Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryodana, dengan melemparkan keris Pulanggeni, setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya. Akhirnya Abimanyu gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, kesatria dari Banakeling.
December 12, 2017

Mengenal Sosok Anggada (Ramayana)

Anggada (Sanskerta: अंगद; Angada) atau Hanggada adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah wanara muda yang sangat tangkas dan gesit. Kekuatannya sangat dahsyat, sama seperti ayahnya, yakni Subali. Dalam kitab Ramayana disebutkan bahwa ia dapat melompat sejauh sembilan ratus mil. Anggada dilindungi oleh Rama dan akhirnya membantu Rama, berperang melawan Rahwana merebut kembali Dewi Sita, istri Rama.
Anggada juga merupakan nama salah satu putera Laksmana dalam wiracarita Ramayana.

Keluarga
Ayah Anggada adalah Raja Wanara bernama Subali, ibunya adalah Tara. Anggada memiliki paman bernama Sugriwa, yaitu adik Subali. Subali dan Sugriwa memiliki kakak perempuan bernama Anjani. Hanoman adalah putera Anjani, maka Anggada bersaudara sepupu dengan Hanoman. Saat masih muda, Subali tewas karena panah Rama. Setelah itu, Anggada dirawat oleh Sugriwa.

Petualangan mencari Sita
Saat Sugriwa mengerahkan ksatria wanara pilihan untuk mencari Dewi Sita, Anggada turut serta bersama para ksatria wanara lainnya seperti Hanoman, Jembawan, Nila, Dwiwida, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi wilayah India Selatan, sampai tiba di sebuah gua, kediaman arsitek Mayasura. Setelah menjelajahi gua, Anggada dan para wanara bertemu dengan Swayampraba. Atas bantuannya, Anggada dan para wanara tiba di sebuah pantai. Di pantai tersebut, para wanara bertemu dengan Sempati. Kemudian Anggada menuturkan maksud perjalanannya dan ia meminta bantuan Sempati. Atas petunjuk Sempati, para wanara tahu bahwa Sita masih hidup dan sedang ditawan di Alengka oleh Raja Rahwana.

Perang di Alengka
Sebelum peperangan di Alengka meletus, Rama mengutus Anggada agar memberi kabar kepada Rahwana untuk segera menyerahkan Dewi Sita. Setelah mendengar pesan Rama yang panjang lebar, Anggada mohon pamit lalu pergi ke tempat Rahwana. Di hadapan Rahwana, Anggada memperingati agar Sita segera dikembalikan jika tidak ingin peperangan meletus. Rahwana yang keras kepala, tidak menghiraukan peringatan Anggada namun mencoba mengerahkan pasukannya untuk menangkap wanara tersebut. dengan sigap, Anggada melompat ke udara sehingga ia lolos. Setelah itu, ia merobohkan menara istana. Dengan sekali lompatan, ia terbang kembali ke tempat Rama.
Saat pertempuran pertama berlangsung, Anggada bertemu dengan Indrajit, putera Rahwana. Dua prajurit tersebut bertempur dengan jurus-jurus yang mengagumkan. Para wanara bersorak-sorak kegirangan karena kagum dengan ketangguhan Anggada, sebab panah-panah yang dilepaskan Indrajit tidak membuat Anggada gentar. Namun kemudian Indrajit mengalihkan serangannya kepada Rama. Pertempuran pada hari itu pun diakhiri sebab Rama tak berkutik. Setelah Rama pulih kembali, para wanara melanjutkan penyerangannya. Pada pertempuran kedua, Anggada bertemu dengan Bajradamstra. Setelah pertarungan sengit terjadi dalam waktu yang lama, Bajradamstra gugur di tangan Anggada.
Ketika peperangan di Alengka usai, Anggada dan para wanara lainnya diundang ke Ayodhya untuk menerima penghargaan atas jasa-jasa mereka karena telah menolong Rama menyelamatkan Sita.

Anggada dalam Pewayangan Jawa
Dalam cerita pewayangan Jawa, Anggada yang terkenal sakti diberi gelar Jaya yang berarti unggul oleh Rama, sehingga disebut Jaya Anggada. Di dalam lakon “Anggada Balik”, ia diutus Rama pergi ke Alengka untuk mengukur kekuatan bala tentara Alengka. Karena hasutan Rahwana, yang mengatakan bahwa pembunuh ayahnya adalah Sri Rama, Anggada kemudian mengamuk dan berbalik akan membunuh Rama. Tetapi Hanoman kemudian dapat menaklukkan dan menginsyafkan serta menyadarkannya. Akhirnya Anggada kembali menyerang Alengka dan berhasil membawa mahkota Rahwana dan dipersembahkan kepada Rama. Dalam pewayangan sering digambarkan sebagai kera berbulu merah.

Monday, December 11, 2017

December 11, 2017

Mengenal Daftar Tokoh Wayang


Daftar tokoh wayang menampilkan nama tokoh-tokoh yang muncul dalam wiracarita Ramayana dan Mahabharata yang sering dipentaskan dalam pertunjukan wayang.

Dewa-Dewi wayang
Dewa-Dewi dalam dunia pewayangan merupakan dewa-dewi yang muncul dalam mitologi agama Hindu di India, dan diadaptasi dalam budaya Jawa.
Sang Hyang Adhama
Sang Hyang Sita
Sang Hyang Nurcahya
Sang Hyang Nurrasa
Sang Hyang Wenang
Sang Hyang Widhi
Sang Hyang Tunggal
Sang Hyang Rancasan
Sang Hyang Ismaya
Sang Hyang Manikmaya
Batara Bayu
Batara Brahma
Batara Candra
Batara Guru
Batara Indra
Batara Kala
Batara Kresna
Batara Kamajaya
Batara Narada
Batara Surya
Batara Wisnu
Batara Yamadipati
Batari Durga
Batara Kuwera
Batara Cingkarabala
Batara Balaupata
Hyang Patuk
Hyang Temboro

Ramayana
Tokoh-tokoh Ramayana dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi dari mitologi Hindu di India.

Anggada
Anila
Anjani
Bharata
Dasarata
Hanoman
Indrajit (Megananda)
Jatayu
Jembawan
Kosalya
Kumbakarna
Aswanikumba
Laksmana
Parasurama
Prahasta
Rama Wijaya
Rawana
Satrugna
Sita
Subali
Sugriwa
Sumali
Sumitra
Surpanaka (Sarpakenaka)
Trikaya
Trijata
Trinetra
Trisirah
Wibisana
Wilkataksini
Dewi Windradi

Mahabharata
Tokoh-tokoh Mahabharata dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi dari mitologi Hindu di India.
Abimanyu
Resi Abyasa
Amba
Ambalika
Ambika
Antareja
Antasena
Arjuna
Aswatama
Baladewa
Banowati
Basupati
Basudewa
Bima
Bisma
Burisrawa
Bayu
Cakil
Citraksa
Citraksi
Citrayuda
Damayanti
Dewayani
Drona (Dorna)
Drestadyumna
Dretarastra
Dropadi
Durgandini
Durmagati
Dursala (Dursilawati)
Dursasana
Duryodana (Suyodana)
Drupada
Ekalawya
Gatotkaca
Gandabayu
Gandamana
Gandawati
Indra
Janamejaya
Jayadrata
Karna
Kencakarupa
Kertawarma
Krepa
Kresna
Kunti
Madri
Manumanasa
Matswapati
Nakula
Nala
Niwatakawaca
Pandu
Parasara
Parikesit
Puru
Rukma
Rupakenca
Sadewa
Sakri
Sakutrem
Salya
Sangkuni
Samba
Sanjaya
Santanu
Sarmista
Satyabama
Satyajit
Satyaki
Satyawati
Srikandi
Subadra
Sweta
Udawa
Utara
Utari
Wesampayana
Wicitrawirya
Widura
Wirata
Wisanggeni
Wratsangka
Yayati
Yudistira
Yuyutsu

Punakawan
Punakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia Pandawa. Dalam wayang kulit, punakawan ini paling sering muncul dalam goro-goro, yaitu babak pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.
Versi Jawa Tengah dan Jawa Timur (wayang kulit/wayang orang) punakawan
Semar
Gareng
Petruk
Bagong
Togog

=== Versi Jawa Tengah-Banyumas (wayang kulit/wayang orang) ===

Semar
Gareng
Petruk
Bawor

Versi Jawa Barat (wayang golek)
Semar
Cepot atau Astrajingga
Dawala
Gareng
Semar
Cungkring
Gareng
Curis Sekarpandan
Bagong
Bagal Buntung
Dawala
Ceblok

Bali
Tualen
Merdah
Sangut
Delem

Teman para Punakawan
Togog
Bilung
Limbuk
Cangik
close
Banner iklan disini